Saya percaya bahwa salah satu kunci bisnis yang berkelanjutan (sustain) adalah memberi (giving) atau berbagi (sharing). Hal tersebut saya alami di bisnis konvensional yang saya jalani, yakni properti. Agar properti bisa cepat terjual, developer harus rela berbagi keuntungan dengan agen marketing, investor atau kontraktor. Bahkan developer harus siap berbagi dengan “kompetitor”. Dari pada kue kita tetap kecil, lebih baik kita berbagi namun dengan kue yang lebih besar. Industri properti memang unik, kompetisi justru bisa menaikan nilai properti. Salah satu contoh yang melegenda adalah Kota Mandiri Bumi Serpong Damai yang digarap oleh konsorsium yang beranggotakan sepuluh perusahaan.
Di era informasi ini, memberi dan berbagi tidak hanya menjadi strategi bisnis tapi bahkan menjadi model bisnis (business model) itu sendiri. Ada yang menamakan model bisnis ini sebagai “do-good business model”, ada juga yang menamakannya “giving business model”. Ajaibnya model bisnis ini mampu menciptakan model bisnis baru yang sebelumnya mungkin belum terbayang. Seperti Google dengan model bisnis memberikan layanan pencarian (searching) gratis, traffic yang ditimbulkan menciptakan model bisnis iklan yang baru. Saat ini sudah banyak perusahaan yang mengaplikasikan model bisnis ini, seperti Facebook, TOMS, Bombas, Barnana, Artlifting. Di Indonesia ada Bukalapak dan Gojek. Mereka adalah perusahaan-perusahaan hebat yang terus tumbuh.
Memang sudah demikian formula yang Tuhan ciptakan di alam semesta. “Tidak ada balasan atas kebaikan selain kebaikan pula.” Seperti dicontohkan oleh pepohonan. Ia membalas penanamnya dengan kerindangan ditambah keindahan (bunga) atau kenikmatan (buah). Minimal oksigen. bahkan ketika sudah tidak produktif lagi atau ketika diperlukan, pohon tersebut ikhlas ditebang untuk dimanfaatkan kayunya.